7.15.2012

kecilnya burung si kecil


kecilnya burung si kecil
Kecilnya ukuran alat kelamin anak laki-laki sering merisaukan orang tua. Padahal untuk memastikan normal tidaknya ukuran penis baru bisa diketahui ketika anak mencapai usia prapubertas. Kalaupun benar ukurannya kecil, penanganannya juga mudah dan relatif murah. Normal tidaknya alat kelamin anak laki-laki memang sering dipertanyakan para ibu. Karena itu tidak jarang, begitu seorang bayi laki-laki dilahirkan, sang ibu langsung bertanya pada dokter, apakah alat kelamin anaknya lengkap. Artinya, mempunyai batang kemaluan (penis), kantung zakar (skrotum), serta dua buah zakar (testis) di dalamnya. Juga ditanyakan, apakah muara alat kelamin normal. Penis sendiri terdiri atas akar, batang, serta glans atau ujung penis.

 Batang penis terdiri atas tiga bagian korpus. Ketiga korpus itu merupakan jaringan yang berperan pada saat ereksi. Pada glans penis terdapat sistem organ akhir sensoris yang merupakan sumber impuls terpenting untuk menimbulkan kesan sensual pada susunan saraf pusat. Ereksi penis dapat terjadi pada bayi walaupun fungsi susunan saraf saat bayi belum sempurna dan kadar hormon androgen masih sangat rendah. Ukuran penis merupakan hal lain yang sering dicemaskan para ibu. Menurut dr. Jose Batubara, MD, ahli endokrin anak dari Bagian Ilmu Kesehatan Anak, RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta, ukuran dianggap normal bila panjang penis bayi baru lahir lebih kurang 2,5 - 3 cm. Lebih besar atau lebih kecil sedikit dari itu masih dianggap normal. Setelah janin berusia 12 minggu, pertumbuhan alat kelamin akan dipengaruhi oleh dua macam hormon yakni hormon gonadotropin (hormon pemacu kelenjar kelamin yang dihasilkan oleh hipofise) serta hormon testosteron (yang dihasilkan oleh testis sang bayi). Hormon pertumbuhan juga diduga punya peran dalam pertumbuhan penis. Kalau ketiga hormon ini normal, berarti kelamin bayi yang dilahirkan akan normal dengan ukuran penis yang normal pula. Manfaat klinis pengukuran panjang penis pada bayi antara lain untuk mendeteksi adanya kelainan pertumbuhan serta perkembangan penis janin pada masa pranatal. Pertumbuhan panjang penis memang sangat dipengaruhi oleh usia. Sebelum masa pubertas, pertumbuhannya sangat lambat, kemudian disusul dengan pertumbuhan yang cepat pada masa pubertas. Pertumbuhannya juga sedikit banyak dipengaruhi oleh tinggi badan. Pada masa sebelum pubertas panjang penis meningkat sesuai dengan peningkatan panjang tubuh selama lima tahun pertama. Tapi diameter penis meningkat sangat pelahan sampai datang masa pubertas. "Tidak benar bila dikatakan penis anak gemuk lebih kecil dari anak berbobot normal," kata dr. Batubara. Persoalan pada umumnya hanya karena penis terbenam oleh bantalan lemak. Namun, kalau kita merasa ragu, periksakan pada ahli endokrin anak. "Cara mengukur ada tekniknya. Pada anak gemuk, pertama-tama dokter menekan jaringan lemak yang menutupinya ke bawah, lalu penis diukur dalam keadaan penis diregangkan lurus," tambahnya. Dalam keadaan penis teregang, panjang penis ditentukan dengan menetapkan ujung glans penis pada penggaris dalam satuan sentimeter. Pengukuran dimulai sampai mendekati setengah sentimeter dengan tiga kali pengulangan, dan nilai rata-rata pengukuran dinyatakan sebagai ukuran panjang penis yang benar. Sedangkan ukuran penis dalam keadaan rileks, menurut dr. Batubara, akan sangat bervariasi karena dipengaruhi keadaan sekitarnya. Kalau setelah diukur ternyata memang kurang panjang (mikro penis), dokter dapat mengupayakan dengan pemberian suntikan hormon testosteron dosis terbatas. Ada juga obat berupa salep oles, tapi umumnya hasilnya kurang memuaskan. Batubara mengingatkan agar tidak menggunakan obat hormon sembarangan tanpa berkonsultasi dengan dokter. Pemeriksaan hormon di laboratorium pada anak usia 0 - 12 tahun, menurut ahli endokrin anak ini, belum diperlukan. Masalahnya, rata-rata laboratorium di sini masih terbatas kemampuannya dalam mengukur nilai absolut hormon pada anak-anak usia tersebut. Namun diakuinya, seandainya bisa diperoleh nilai absolutnya, akan lebih tepat pengobatannya. Rata-rata nilai absolut yang tepat baru diperoleh ketika anak mencapai usia prapubertas-dewasa (13 tahun ke atas). "Jadi buat apa mengeluarkan biaya ratusan ribu rupiah, bahkan terkadang lebih dari Rp 1 juta, kalau hasil yang diperoleh tidak absolut," kata dr. Batubara. "Soalnya, kalau ternyata ukurannya tidak normal, cukup langsung diberikan suntikan dalam batas normal saja". Diakui oleh ahli endrokrin yang juga bertugas di RS Bersalin Hermina ini, pemberian suntikan hormon harus sangat hati-hati sebab ada efek sampingannya. Antara lain penis akan lebih sering ereksi, yang biasanya tidak disadari si anak, atau terasa gatal sehingga penis terkadang dimainkan. Efek sampingan yang lebih ekstrem, tumbuhnya bulu kemaluan, kumis, dan jambang sebelum waktunya. Selain itu, bisa juga maturasi tulang dipercepat sehingga dikhawatirkan anak tidak akan tumbuh optimal. Karena si anak dipercepat kematangan biologisnya, maka cepat pula berhenti pertumbuhannya. Sebab itu, sebelum diberikan terapi tersebut hendaknya dilakukan pemeriksaan usia tulang, sebab dikhawatirkan anak menjadi kuntet gara-gara terapi hormon. Dokter ini juga mengingatkan, jika memeriksakan alat kelamin anak laki-laki, jangan sampai melewati masa pubertas (14 tahun), sebab setelah usia itu penanganannya akan sulit. Penis bocor Orang tua juga perlu memperhatikan apakah setiap kali buang air kecil, air kencing mengalir normal. Ada kalanya terjadi kebocoran apabila letak saluran kencing tidak di ujung penis, melainkan pada pangkal penis. Hal ini bisa cepat ditanggulangi dengan pembedahan kecil. "Ukuran normal panjang penis bayi sekitar 2,5 cm," kata dr. Batubara. Kelainan kecil lain, glans atau ujung penis tertutup sehingga air kencing sulit keluar. Dalam gangguan ini anak harus segera disunat atau kulit kulup penis dibuka agar air seni lancar keluar. Sunat di masa bayi ataupun usia balita tidak akan mempengaruhi pertumbuhan fisik atau biologis si anak. Selain mengamati ukuran "burung" si kecil sejak dini, tidak kalah penting memperhatikan kenormalan testis. Bagian kelamin anak laki-laki yang disebut testis ini merupakan penghasil hormon testoteron yang diperlukan untuk pertumbuhan serta perkembangan penis sejak pranatal hingga pubertas. Pada kondisi normal, testis yang berada di kantungnya berjumlah dua. Namun, terkadang bayi dilahirkan hanya dengan satu testis di kantungnya. Dalam kasus demikian, biasanya dokter akan memeriksa lagi pada saat bayi berusia sembilan bulan. Ada kemungkinan pasangan testisnya tertinggal di rongga perut. "Kadang kala testis (yang tertinggal tadi) akan turun dengan sendirinya," ujar dr. Batubara. Kalau sampai usia sembilan bulan testis belum juga turun, dokter akan melakukan terapi hormonal dengan harapan sebelum usia dua tahun testis sudah bisa turun. Kalau dengan pemberian obat hormonal belum juga tampak hasilnya, maka dilakukan tindakan pembedahan. Usaha terakhir itu dilakukan umumnya karena adanya keadaan-keadaan seperti hambatan anatomis, pembuluh darah terlalu pendek, dan lainnya, sehingga menghambat proses turunnya testis. Jika diabaikan, testis yang tidak turun dikhawatirkan akan mengalami kerusakan pada sel-sel testisnya yang mengakibatkan kemandulan. Atau yang paling dikhawatirkan apabila kelak si anak berubah sifatnya dan menimbulkan keganasan. Penyebab ketidaknormalan alat kelamin memang terletak pada faktor hormonal atau faktor kelainan kromosom saat anak masih dalam kandungan yang berakibat kurang berkembang optimal. Alat kelamin yang tidak normal memang ada yang bersifat bawaan atau cacat. Misalnya, pada sindrom klinefelter, alat kelamin tidak akan menghasilkan sperma sehingga pasti mandul. Ada lagi yang dinamakan hermaprodit murni di mana seorang bayi mempunyai dua macam gonad (jaringan ovum dan testis) atau penis dengan ukuran jauh di bawah normal. Masa puber Menghadapi masa puber, pertumbuhan biologis serta perilaku anak perlu diperhatikan. Pada masa ini terjadi perubahan fisik karena mulai aktifnya berbagai kelenjar yang memproduksi hormon-hormon seks. Ada kalanya pubertas datang terlalu cepat atau terlalu lambat. Terlalu cepat kalau anak laki-laki sudah mulai tampak tanda-tanda kelamin sekundernya sebelum usia sembilan tahun. Misalnya, kantung skrotum dan penis sudah mulai membesar, suara merendah, dan jakun membesar. Sebaliknya, kalau pada usia 14 tahun belum tampak ada tanda-tanda pubertas, seorang anak laki-laki bisa dikatakan terlambat puber. Umumnya, pada usia 14 tahun hormon seks testosteron (pada wanita hormon estrogen) mulai meningkat. Namun, pubertas yang datang terlambat tidak selalu berarti abnormal. Sebab, terkadang memang karena faktor keturunan, misalnya masa haid pertama ibunya juga terlambat (pada usia 16 -17 tahun). Tapi kalau setelah usia 14 tahun belum juga tampak tanda-tanda seks sekundernya, kita harus waspada dan mencari penyebabnya. Penanggulangannya antara lain dengan merangsang timbulnya pubertas dengan obat. Ukuran penis menjelang masa ini juga perlu diperhatikan. Bila ada masalah, perlu pemeriksaan ke dokter ahli endokrin sebelum lewat usia 14 tahun. Anak laki-laki yang perilakunya agak kewanitaan, menurut Batubara, biasanya bukan karena kelainan endokrin, melainkan kebanyakan karena faktor psikologis. Sebab itu, sejak kecil hendaknya perilaku anak laki-laki sering diperhatikan sebelum terlambat. "Pada umumnya faktor lingkungan yang menyebabkan demikian," kata Batubara. Asalkan orang tua cepat waspada, masalah itu bisa ditanggulangi dengan bantuan psikolog, misalnya. Permasalahan pertumbuhan fisik dan mental anak sebenarnya bisa ditanggulangi apabila orang tua cepat waspada. Namun, hendaknya jangan sampai salah alamat dalam mencari pertolongan. Pergilah berkonsultasi ke ahli yang tepat. Jangan mudah terpengaruh pada penawaran lewat iklan atau selebaran yang menyatakan mampu menanggulangi pelbagai macam kelainan alat kelamin secara kilat!
sumber (Nanny Selamihardja)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Boleh berkomentar tapi yang sopan ya ...salam manis dan tetap semangat